Warning: session_start(): open(/opt/alt/php72/var/lib/php/session/sess_222576719e15d6a87939b3f7a1dd0485, O_RDWR) failed: Disk quota exceeded (122) in /home/bumiman3/public_html/driyamedia/wp-content/plugins/landing-pages/landing-pages.php on line 24

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /opt/alt/php72/var/lib/php/session) in /home/bumiman3/public_html/driyamedia/wp-content/plugins/landing-pages/landing-pages.php on line 24
Media Belajar Kebijakan Publik untuk Komunitas Buta Aksara - Driyamedia
Home / Cerita / Media Belajar Kebijakan Publik untuk Komunitas Buta Aksara

Media Belajar Kebijakan Publik untuk Komunitas Buta Aksara

 

Membelajarkan masyarakat untuk melek kebijakan publik tidaklah mudah. Apalagi jika warga belajar adalah mereka yang buta huruf, hidup di daerah terpinggir di pelosok perdesaan, dan punya akses terbatas terhadap informasi.

Masyarakat dengan karakteristik demikian cenderung memandang soal-soal kebijakan sebagai urusan abstrak dan berada di luar jangkauan mereka. Jangankan memahami anggaran yang relatif njelimet dan rumit, misalnya. Bahkan kebijakan-kebijakan publik yang bersifat umum saja lazim dianggap sebagai sesuatu yang asing.

 ***

Tapi IDEA (Institute for Development and Economic Analysis) Yogyakarta punya cara sendiri untuk menyiasati kesulitan itu. LSM yang sudah bertahun-tahun mendampingi masyarakat di beberapa desa di Kabupaten Gunungkidul ini menggunakan media-media belajar yang unik.

Bentuknya sederhana. Poster-poster kecil tematik seukuran kertas A4. Poster ini bergambar sederhana. Misalnya, ada sebuah poster yang menggambarkan”Seorang bapak digambarkan tengah bersiul berjalan menuju balai desa untuk mengikuti Musrenbang. Sementara di belakangnya si ibu pontang-panting mengurus dapur, menggendong anak di tengah tumpukan cucian, nasi gosong, dan piring sisa makan semalam berserakan”.

Poster ini secara jenial mempertontonkan sebuah sisi gelap perencanaan pembangunan yang selama ini luput dari perhatian. Ialah bahwa perencanaan pembangunan di tingkat perdesaan, yang kerap disebut Musrenbang cenderung  meminggirkan perempuan. Urusan rapat dan musyawarah adalah urusan laki-laki. Perempuan cukup di dapur dan bersibuk dengan soal-soal domestik. Poster ini biasa digunakan IDEA dalam pembelajaran tentang bias gender dalam kebijakan publik.

Bayangkan seandainya tema gender dibawakan dengan ceramah tanpa sentuhan  media. Warga belajar yang rata-rata adalah petani lahan kering hampir dipastikan mengantuk atau pamit pulang. Proses pembelajaran bukan mencerahkan tetapi memberi beban baru bagi perempuan perdesaan.

Poster macam ini telah membuat tema belajar yang berat dan mengawang-awang itu menjadi lebih sederhana, akrab, kontekstual, mengundang gelak tawa, dan merangsang diskusi. Seorang fasilitator tak perlu banyak berkhotbah. Cukuplah dia bertanya: ”Menurut ibu-ibu, gambar ini bercerita tentang apa? Di gambar ini, bapak sedang apa? Ibu sedang apa? Mengapa bapak bersiul? Ada yang punya pengalaman mirip dengan gambar ini? Bisa ibu ceritakan?”

Kalau sudah begitu, warga belajar biasanya akan nyerocos bicara. Selanjutnya fasilitator tinggal menyimak kesaksian warga, mencatat, menyimpulkan, dan merangkumnya. Sumber belajar adalah pengalaman langsung. Warga belajar adalah guru. Fasilitator adalah seseorang yang hanya bertugas mempermudah proses belajar. Inti pendidikan orang dewasa tidak lebih dari itu.

 ***

Sejarah eksperimen penggunaan media untuk pendidikan dan penyadaran kritis yang dilakukan IDEA Yogyakarta lumayan panjang. Lembaga ini pernah membikin ”Panjangka tan Kena Sirna” (Harapan yang Tidak Pernah Padam), sebuah film tentang pengalaman perempuan di beberapa desa di Kabupaten Bantul Yogyakarta menghadapi permasalahan kesehatan dan anggaran. Film ini dibuat sendiri oleh para perempuan desa. Mulai dari penyusunan jalan cerita, hingga pengambilan dan penyuntingan gambar.

Rupa-rupa media massa, mulai dari radio komunitas hingga koran-koran lokal juga pernah dipakai untuk mempublikasikan kegiatan dan gagasan mereka. Tetapi penggunaan media massa ini kerap terganggu keberlanjutannya, baik karena kelangkaan sumberdaya maupun kepentingan bisnis media massa. Dampak penggunaan media massa yang menyasar khalayak luas juga relatif sulit diukur.

Mungkin itu sebabnya IDEA Yogyakarta lebih memilih untuk menekuni pengembangan media pembelajaran dan penyadaran yang lebih menyasar komunitas spesifik warga perdesaan. Pilihan ini juga terlihat dari ragam format media yang kaya gambar, menggunakan bahasa lokal, dan ungkapan-ungkapan yang sederhana. Pilihan yang langka, tapi pas, dan mungkin berdampak lebih nyata.

 

[Dwi Joko Widiyanto]

Fatal error: Uncaught wfWAFStorageFileException: Unable to save temporary file for atomic writing. in /home/bumiman3/public_html/wp-content/plugins/wordfence/vendor/wordfence/wf-waf/src/lib/storage/file.php:15 Stack trace: #0 /home/bumiman3/public_html/wp-content/plugins/wordfence/vendor/wordfence/wf-waf/src/lib/storage/file.php(542): wfWAFStorageFile::atomicFilePutContents('/home/bumiman3/...', '<?php exit('Acc...') #1 [internal function]: wfWAFStorageFile->saveConfig() #2 {main} thrown in /home/bumiman3/public_html/wp-content/plugins/wordfence/vendor/wordfence/wf-waf/src/lib/storage/file.php on line 15