Warning: session_start(): open(/opt/alt/php72/var/lib/php/session/sess_97df96dfe179c7bba7bfd5356dfcbe3a, O_RDWR) failed: Disk quota exceeded (122) in /home/bumiman3/public_html/driyamedia/wp-content/plugins/landing-pages/landing-pages.php on line 24

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /opt/alt/php72/var/lib/php/session) in /home/bumiman3/public_html/driyamedia/wp-content/plugins/landing-pages/landing-pages.php on line 24
Membangun Visi Pemberdayaan Masyarakat - Driyamedia
Home / Opini / Membangun Visi Pemberdayaan Masyarakat

Membangun Visi Pemberdayaan Masyarakat

Oleh: Dwi Joko Widiyanto.
Pemberdayaan masyarakat indah untuk diucapkan tetapi jarang sekali dilaksanakan secara konsisten. Pemberdayaan masyarakat juga sudah menjadi keharusan dalam penyelenggaraan program. Lalu apa itu pemberdayaan? Norman Reid (1996)[1] memaknai pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mengembangkan kemampuan masyarakat miskin untuk membangun kapasitasnya, meningkatkan rasa percaya diri mereka agar berperan aktif dalam pembangunan dengan menggunakan sumberdaya yang mereka miliki dan membantu membangun kemitraan dengan organisasi lain.  Definisi ini menyiratkan bahwa tidak ada strategi tunggal dalam pemberdayaan masyarakat.

Masing-masing komunitas mempunyai karakter dan konteks tersendiri, dan oleh karena itu juga dibutuhkan strategi tersendiri sesuai dengan karakter dan konteks komunitas tersebut. Adalah tidak mungkin jika kita berbicara tentang pemberdayaan masyarakat, lalu kita fokus hanya pada pelatihan-pelatihan, dukungan material, atau dukungan finansial.

Proses pemberdayaan masyarakat seharusnya dilakukan secara sistematis, bertahap dan terintegrasi antar tahapannya. Merujuk pada pengalaman itu, paling kurang ada 4 tahapan dalam pemberdayaan masyarakat yaitu: a) Penyadaran Kritis; b) Penguatan Kapasitas; c) Pengorganisasian Masyarakat; dan d) Mobilisasi Sumberdaya. Pada Gambar 1 berikut dapat dijelaskan bahwa proses pemberdayaan masyarakat akan menjadi suatu siklus dimana alur dari siklus tersebut tidak bersifat linier, tetapi bisa bolak-balik. Arah dari siklus tersebut sangat ditentukan oleh sejauhmana tingkat kematangan proses pada satu tahapan.

Penyadaran Kritis

Biasanya kesadaran kritis dibangun melalui proses interaksi sosial yang sangat intensif, berulang- ulang, dan dalam kesempatan yang tepat. Tanpa terbangunnya kesadaran kritis di tingkat masyarakat, gagasan apapun yang muncul dari berbagai diskusi dan program apapun yang direncanakan, masyarakat akan selalu menganggapnya sebagai gagasan dan program yang datang dan milik orang luar.

Bagaimana membangun kesadaran kritis bagi mereka yang tergolong miskin atau termarginalisasi? Dari beberapa kasus pengalaman di banyak tempat, satu sikap yang seharusnya dimiliki fasilitator adalah keterampilan mendengarkan dan kemauan baik untuk selalu belajar dari ritme kehidupan masyarakat. Berdasarkan diskusi yang dibangun secara intensif dan berulang- ulang serta pembelajaran yang diperoleh, masyarakat sendiri bisa mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi, faktor-faktor penyebab dari masalah tersebut, potensi yang mereka miliki, kebiasaan mereka, nilai-nilai yang mereka anut, dan berbagai informasi lainnya.

Masyarakat juga perlu difasilitasi untuk mengenal potensi yang mereka miliki dan membayangkan kehidupan yang lebih baik seperti apa yang mereka cita-citakan. Baru setelah informasi yang diperoleh cukup lengkap, fasilitator bisa masuk ke dalam tahapan fasilitasi keterkaitan antara satu informasi dengan informasi lain yang akan bermuara pada munculnya berbagai gagasan dari masyarakat sendiri untuk membangun kehidupan mereka yang lebih baik.

Penguatan Kapasitas

Ketika masyarakat menyadari keadaan mereka dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keadaan tersebut, biasanya mulai tergugah dan tumbuh semangat untuk memperbaiki keadaan.

Selanjutnya, masyarakat juga menyadari apa yang sebenarnya mereka miliki dan apa yang mereka butuhkan untuk memperbaiki keadaan, mereka akan berupaya memetakan apa potensi dan sumberdaya yang sudah mereka miliki. Jika ada sumberdaya yang belum mereka miliki, mereka juga akan berpikir dimana mereka bisa memperoleh sumberdaya yang mereka butuhkan tersebut. Saat inilah, upaya penguatan kapasitas baru bisa dilakukan.

Idealnya, kegiatan penguatan kapasitas harus didasarkan atas hasil penjajakan kebutuhan yang muncul dari proses membangun kesadaran kritis sehingga materinya benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan hasilnya dijamin dapat ditindaklanjuti. Dengan cara ini, kegiatan juga lebih menarik minat warga belajar dan mereka menjadi sangat aktif, karena kegiatan belajar yang dilakukan dianggap bisa memenuhi kepentingan mereka. Karena itu, mereka juga aktif dalam mengorganisir kegiatan dan bahkan mengkontribusikan apa yang mereka miliki untuk penyelenggaraan kegiatan penguatan kapasitas.

Pengalaman World Neighbors menunjukkan bahwa jika proses membangun kesadaran kritis berhasil sampai pada terbangunnya rasa solidaritas diantara warga masyarakat dan apa yang mereka gagaskan diyakini bisa menjawab kebutuhan mereka, semiskin apapun masyarakat, tidak terlalu sulit untuk menggalang keswadayaan dan keswadanaan masyarakat. Dukungan dari pihak luar baru bisa diperoleh jika masyarakat sudah menunjukkan bukti keswadayaan dan hasil kerja.

Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pihak luar biasanya akan mengambil peran untuk mengisi hal-hal mana yang tidak bisa dipenuhi sendiri oleh masyarakat.

Pengorganisasian Masyarakat

Pasca penguatan kapasitas individu muncul kegelisahan baik di kalangan masyarakat maupun fasilitator. Pada tingkat masyarakat, mereka mulai menyadari bahwa bekerja secara sendiri-sendiri ternyata kurang efektif. Tidak ada proses saling belajar dan saling menukar pengalaman antar masyarakat. Disamping itu, pemecahan masalah juga hanya bertumpu pada kemampuan individu. Pada tingkat fasilitator, mereka merasa terlalu lelah untuk mendampingi petani dari kebun ke kebun untuk mendiskusikan hal yang sama dan berulang-ulang dari satu petani ke petani lainnya.

Hal ini sungguh sangat membosankan bagi fasilitator. Berangkat dari persoalan- persoalan itulah masyarakat menggagaskan untuk membentuk kelompok yang berangkat dari kelompok-kelompok kerja musiman yang sudah ada. Di sinilah kemudian muncul upaya pengorganisasian masyarakat, bagaimana masyarakat diberikan ruang untuk mengorganisir diri mereka sendiri secara organik sesuai dengan cita-cita mereka, tanpa intervensi pihak luar.

Setelah organisasi masyarakat terbentuk, pihak luar perlu mengambil peran untuk memperkuat kapasitas organisasi masyarakat. Dengan kata lain, pada awalnya masyarakat dibiarkan mengorganisir diri ke dalam kelompok-kelompok secara organik tanpa banyak intervensi dari pihak luar. Baru setelah kelompok terbentuk, pihak luar perlu mengambil peran untuk memperkuat kapasitas organisasi tersebut. Agar proses penguatan kapasitas organisasi masyarakat dapat berjalan secara sistematis dan sesuai dengan kebutuhan, pada tahap awal dibutuhkan penilaian kapasitas oleh organisasi masyarakat itu sendiri (self-assessment).

Mobilisasi Sumberdaya

Agar bisa mewujudkan rencana-rencana yang sudah dibuat oleh masyarakat baik secara individu maupun kolektif, dibutuhkan berbagai sumberdaya (informasi, keterampilan, keahlian, material, finansial, dll). Berbagai sumberdaya yang dibutuhkan tersebut dalam kenyataannya sebagian sudah dimiliki oleh masyarakat. Namun sumberdaya tersebut biasanya tidak sepenuhnya bisa mencukupi untuk mengimplementasikan berbagai gagasan dan rencana yang sudah dibuat oleh masyarakat. Biasanya ada berbagai sumberdaya yang masih harus digalang dari luar. Untuk itu dibutuhkan upaya-upaya penggalangan sumberdaya.

Pengalaman World Neighbors dalam bekerjasama langsung dengan organisasi masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan bahwa jika proses membangun kesadaran kritis berhasil sampai pada terbangunnya rasa solidaritas diantara warga masyarakat dan apa yang mereka gagaskan diyakini bisa menjawab kebutuhan mereka, semiskin apapun masyarakat, tidak terlalu sulit untuk menggalang keswadayaan dan keswadanaan masyarakat. Dukungan dari pihak luar baru bisa diperoleh jika masyarakat sudah menunjukkan bukti keswadayaan dan hasil kerja. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pihak luar biasanya akan mengambil peran untuk mengisi hal-hal mana yang tidak bisa dipenuhi sendiri oleh masyarakat.

Demikianlah, pemberdayaan adalah sebuah proses membangun kepercayaan diri masyarakat dimana melalui potensi dan kekuatan yang mereka miliki, mereka sendiri sebenarnya bisa berbuat sesuatu untuk memperbaiki kehidupan mereka, baik dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan orang lain. Bagaimana visi pemberdayaan ini bisa terinternalisasi dalam kegiatan keempat lembaga mitra di wilayah program mereka, bukanlah hal yang mudah. Seiring dengan perjalanan waktu dan melalui proses yang dibangun secara terus menerus, visi pemberdayaan tersebut kemudian bisa melekat kuat dalam perilaku keseharian lembaga mitra.

tabel

[1] Norman Reid. 1996. Community Empowerment: Key to Success. OCD Technote 2, September 1996

Pengalaman World Neighbors  [Farida Budi Utami]

 

 

 

About Farida B. Utami

Media Development Specialist, kontributor tetap www.kanalfasilitator.com, konsultan lepas pengembangan media pada beberapa lembaga”

Check Also

rapat_desa_web

Mencemaskan Booming Fasilitator

Oleh: Dwi Joko Widiyanto. Sejak sepuluh tahun terakhir dunia pemberdayaan masyarakat di Indonesia memang mengalami booming fasilitator.

silaken_web

Jalan Alternatif Reformasi Birokrasi

Oleh: Dwi Joko Widiyanto. Tekad pemerintah menjadikan reformasi birokrasi sebagai prioritas pembangunan mungkin hanya akan …


Fatal error: Uncaught wfWAFStorageFileException: Unable to save temporary file for atomic writing. in /home/bumiman3/public_html/wp-content/plugins/wordfence/vendor/wordfence/wf-waf/src/lib/storage/file.php:15 Stack trace: #0 /home/bumiman3/public_html/wp-content/plugins/wordfence/vendor/wordfence/wf-waf/src/lib/storage/file.php(542): wfWAFStorageFile::atomicFilePutContents('/home/bumiman3/...', '<?php exit('Acc...') #1 [internal function]: wfWAFStorageFile->saveConfig() #2 {main} thrown in /home/bumiman3/public_html/wp-content/plugins/wordfence/vendor/wordfence/wf-waf/src/lib/storage/file.php on line 15